ETIKA
A. ETIKA
DAN TEORI ETIKA
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah etika yang
oleh aristoleles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis etika mempunyai arti yaitu ilm u tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan (K. Bertens,2000)
BEBERAPA TEORI ETIKA
1.
Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua
konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme
etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah
tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan
berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri
(egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat
diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain,
sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang
lain.
2.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata
Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang
berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat
dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat,
atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the
greatest numbers”. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham
egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat
dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme
melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan
masyarakat).
3.
Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata
Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham deontologi
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali
dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi
suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau
tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena
hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu
tindakan, melainkan hanya kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan
orang-orang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin.
4.
Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Sebetulnya teori hak
merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan
kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dua sisi dari uang
logam yang sama. Dalam teori etika dulu diberi tekanan terbesar pada kewajiban,
tapi sekarang kita mengalami keadaan sebaliknya, karena sekarang segi hak
paling banyak ditonjolkan. Biarpun teori hak ini sebetulnya berakar dalam
deontologi, namun sekarang ia mendapat suatu identitas tersendiri dan karena
itu pantas dibahas tersendiri pula. Hak didasarkan atas martabat manusia dan
martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak sangat cocok dengan
suasana pemikiran demokratis. Teori hak sekarang begitu populer, karena dinilai
cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri.
Karena itu manusia individual siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi
tercapainya suatu tujuan yang lain.
5.
Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Dalam teori-teori yang dibahas sebelumnya,
baik buruknya perilaku manusia dipastikan berdasarkan suatu prinsip atau norma.
Dalam konteks utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, jika membawa
kesenangan sebesar-besarnya bagi jumlah orang terbanyak. Dalam rangka
deontologi, suatu perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan prinsip “jangan
mencuri”, misalnya. Menurut teori hak, perbuatan adalah baik, jika sesuai
dengan hak manusia. Teori-teori ini semua didasarkan atas prinsip (rule-based).
6.
Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut
agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain
tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori
etika teonom dilandasi oleh filsafat risten, yang mengatakan bahwa karakter
moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan
kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan
kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti
aturan/perintah Allah sebagaimana dituangkan dalam kitab suci.
B. FUNGSI ETIKA
1. Etika membuat kita memiliki
pendirian dalam pergolakan berbagai pandangan moral yang kita hadapi.
2. Etika membenatu agar kita
tidak kehilangan orientasi dalam transformasi budaya, sosial, ekonomi, politik
dan intelektual dewasa ini melanda dunia kita.
3. Etika juga membantu kita
sanggup menghadapi idiologi-idiologi yang merebak di dalam masyarakt secara
kritis dan obeyktif.
4. Etika membantu agamwan untuk
menemukan dasar dan kemapanan iman kepercayaan sehingga tidak tertutyp dengan
perubahan jaman.
C. JENIS ETIKA
Etika dapat dityinjau dari beberapa
pandangan. Dalams ejarah lazimnya pandangan ini dilihat dari segi filosofis
yang melahirkan etika filosofis,
ditinjau dari segi teologis yang melahirkan etika teologis, dan ditinjau dari pandangan sosiologis yang
melahirkan etika sosiologis.
a. Etika filosofis
Etika filosofis adalah etika yang
dipandang dari sudut filsafat. Kata filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari
bahasa Yunani yakni: “philos” yang
berarti cinta, dan “sophia” yang
berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang
menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan filsafat. Dalam
filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, maslah
nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan
kemanusiaan secraa mendalam dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk
menganalisa.
b. Etika teologis
Etika teologis adalah etika yang
mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika
ini memandang semua perbuatan moral sebagai:
1. Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan
kehendak Tuhan ataub sesuai dengan kehendak Tuhan.
2. Perbuatan-perbuatan sbegai perwujudan
cinta kasih kepada Tuhan
3. Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan
diri kepada Tuhan.
Orang beragama mempunyai keyakinan
bahwa tidak mungkin moral itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan
ajaran-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan
kebenaran etika ini adalah kitab suci.
c. Etika Sosiologis
Etika sosiologis berbeda dengan dua
etika sebelumnya. Etika ini menitik beratkan pada keselamatan ataupun
kesejahteraan hidup bermasyarakat. Etika sosiologis memandang etika sebagai
alat mencapai keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat.
Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan pembicaraan tentang
bagaimana seharusnya seseorang menjalankan hidupnya dalam hubungannya dengan
masyarakat.
d. Etika Diskriptif dan Etika Normatif
Dalam kaitan dengan nilai dan norma
yang digumuli dalam etika ditemukan dua macam etika, yaitu :
1. Etika Diskriptif
Etika
ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan sebagaimana adanya tentang
nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakjta yang terkait dengan
situasi dan realitas konkrit. Dengan demikian etika ini berbicara tentang
realitas penghayatan nilau, namun tidak menilai. Etika ini hanya memaparkab,
karenyanya dikatakan bersifat diskriptif.
2. Etika Normatif
Etika ini berusaha untuk menetapkan
sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam
bertindak. Jadi etika ini berbicara tentang norma-norma yang menuntun perilaku
manusia serta memberi penilaian dan hiambauan kepada manusia untuk bertindak
sebagaimana seharusnya Dengan. Demikian etika normatif memberikan petunjuk
secara jelas bagaimana manusia harus hidup secara baik dan menghindari diri dari
yang jelek.
Dalam pergaulan sehari-hari kita
menemukan berbagai etika normative yang menjadi pedoman bagi manusia untuk
bertindak. Norma-norma tersebut sekaligus menjadi dasar penilaian bagi manusia
baik atau buruk, salah atau benar. Secara umum norma-norma tersebut
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a) Norma khusus
Norma khusus adalah norma yang
mengatur tingkah laku dan tindakan manusia dalam kelompok/bidang tertentu.
Seperti etika medis, etika kedokteran, etika lingkungan, eyika wahyu, aturan
main catur, aturan main bola, dll. Di mana aturan tersebut hanya berlaku untuk
bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang. Misal: aturan main catur
hanya bisa dipakai untuk permainan catur dan tidak bisa dipakai untuk mengatur
permainan bola.
b) Norma Umum
Norma umum justru sebaliknya karena
norma umum bersifat universal, yang artinya berlaku luas tanpa membedakan
kondisi atau situasi, kelompok orang tertentu. Secara umum norma umum dibagi
menjadi tiga (3) bagian, yaitu :
·
Norma
sopan santun; norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan sikap lahiriah
seperti tata cara berpakaian, cara bertamu, cara duduk, dll. Norma ini lebih
berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari, amak
penilaiannnya kurang mendalam karena hanya dilihat sekedar yang lahiriah.
·
Norma
hukum; norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan ketegasan
tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya berbagai macam
peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan
bersama. Keberlakuan norma hukum dibandingkan dengan norma sopan santun lebih
tegasdan lebih pasti karena disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap
orang yang melanggar norma ini. Norma hukum ini juga kurang berbobot karena
hanya memberikan penilaian secara lahiriah saja, sehingga tidak mutlak
menentukan moralitas seseorang.
·
Norma
moral;norma ini mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma
moral menjadi tolok ukur untuk menilai tindakan seseorang itu baik atau buruk,
oleh karena ini bobot norma moral lebih tinggi dari norma sebelumnya. Norma ini
tidak menilai manusia dari satus segi saja, melainkan dari segi manusia sebagai
manusia. Dengan kata lain norma moral melihat manusia secara menyeluruh, dari
seluruh kepribadiannya. Di sini terlihat secara jelas, penilannya lebih
mendasar karena menekankan sikap manusia dalam menghadapi tugasnya, menghargai
kehidupan manusia, dan menampilkan dirinya sebgai manusia dalam profesi yang
diembannya. Norma moral ini memiliki kekhusunan yaitu :
1. Norma moral merupakan norma
yang paling dasariah, karena langsung mengenai inti pribadi kita sebagai
manusia.
2. Norma moral menegaskan
kewajiban dasariah manusia dalam bentuk perintah atau larangan.
3. Norma moral merupakan norma
yang berlaku umum
4. Norma moral mengarahkan
perilaku manusia pada kesuburan dan kepenuhan hidupnya sebgai manusia.
e. Etika Deontologis
Istilah deontologis berasal dari kata
Yunani yang berati kewajiban, etika ini menetapkan kewajiban manusia untuk
bertindak secara baik. Argumentasi dasar yang dipakai adalah bahwa suatu
tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan
baik dari suatu tindakan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri baik pada
dirinya sendiri.
Dari argumen di atas jelas bahwa etika
ini menekankan motivasi, kemauan baik, dan watak yang kuat dari pelaku, lepas
dari akibat yang ditimbulkan dari pelaku. Menanggapi hal ini Immanuel kant
menegaskan dua hal:
·
Tidak
ada hal di dinia yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan
baik. Kepintaran, kearifan dan bakat lainnya bisa merugikn kalau tanpa didasari
oleh kemauan baik. Oleh karena itu Kant mengakui bahwa kemauan ini merupakan
syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan.
·
Dengan
menekankan kemauan yang baik tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja
sesuai dengan kewajiban, melainkan tindakan yang dijalankannya demi kewajiban.
Sejalan dengan itu semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai
tindakan yang baik bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu berguna,
harus ditolak.
Namun, selain ada dua hal yang
menegaskan etika tersebut, namun kita juga tidak bisa menutup mata pada dua
keberatan yang ada yaitu:
·
Bagaimana
bila seseorang dihadapkan pada dua perintah atau kewajiban moral dalam situasi
yang sama, akan tetapi keduanya tidak bisa dilaksankan sekaligus, bahkan
keduanya saling meniadakan.
·
Sesungguhnya
etika seontologist tidak bisa mengelakkan pentingnya akibat dari suatu tindakan
untuk menentukan apakah tindakan itu baik atau buruk.
f. Etika Teleologis
Teleologis
berasal dari bahasa Yunani, yakni “telos” yang berati tujuan. Etika teleologis
menjadikan tujuan menjadi ukuran untuk baik buruknya suatu tindakan. Dengan
kata lain, suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan untuk mencapai sesuatu
yang baik atau kalau akibat yang ditimbulkan baik.
D. SANKSI ETIKA
Sanksi Pelanggaran Etika:
1. Sanksi Sosial : Sanksi ini diberikan oleh masyarakat
sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Pelanggaran yang terkena sanksi
sosial biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun pelanggaran yang dapat
dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang diterima akan ditentukan leh
masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb, pedoman yang digunakan adalah
etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
2. Sanksi Hukum : Sanksi ini diberikan oleh pihak berwengan,
dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong
pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata.
Pedomannya suatu KUHP.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar