Jumat, 16 Januari 2015

PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI



Harian : Kompas, 2014
Tema  : Penyelewengan Anggaran
Judul  : Kejaksaan Agung Akui Hentikan Kasus Kredit Macet Bank Bukopin
Isi artikel    :                                         

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kredit macet Bank Bukopin senilai Rp 76 miliar yang penyidikannya dilakukan oleh Kejaksaan Agung dihentikan. Kasus ini sebelumnya telah dinyatakan masuk ke dalam tahap penyidikan sejak 2008.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono mengaku, tidak mengetahui alasan dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus tersebut. Menurut dia, penghentian penyidikan itu dilakukan sebelum ia menjabat sebagai Jampidsus.
"Saya tidak tahu alasaannya, sebab SP3 kasus itu bukan pada era saya dan direktur penyidikan bukan pada zaman Pak Suyadi (Direktur Penyidikan Jampidsus) sekarang. Tetapi, memang benar kasus itu sudah di-SP3," kata Widyo di kantornya, Kamis (11/12/2014).
Menurut dia, kasus itu dihentikan saat Jampidsus masih dipegang oleh Andhi Nirwanto yang kini menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung. Saat itu, posisi Direktur Penyidikan dipegang oleh Syafruddin.
Meski begitu, Widyo mengungkapkan, bukan hal yang aneh bagi kejaksaan untuk menghentikan penyidikan atas sebuah perkara. Jika memang di dalam penyidikan itu tidak ditemukan bukti yang cukup kuat, maka wajar apabila perkara yang ditangani dihentikan penyidikannya.
Lebih jauh, ia mengatakan, kejaksaan tidak ingin mengambil resiko melimpahkan sebuah perkara ke pengadilan tanpa didukung bukti yang cukup kuat. Ia pun menegaskan, akan mengeksaminasi jaksa yang melimpahkan perkara ke pengadilan tanpa ada cukup bukti.
"Jadi gini, ketika perkara korupsi itu tidak memenuhi syarat maka itu kita usulkan kepada pimpinan untuk dihentikan. Sebelum dihentikan itu dikaji betul," tandasnya.
Kasus Bank Bukopin
Kasus ini berawal saat Direksi PT Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama Lestari (APL) sebesar Rp 69,8 miliar pada 2004. Kredit itu dikucurkan dalam tiga tahap untuk membiayai pembangunan 45 unit alat pengering gabah pada Bulog Divre Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Rupanya, fasilitas kredit yang disalurkan itu tidak digunakan sebagaimana mestinya, seperti dalam pengadaan mesin. Mesin yang harus dibeli merek Global Gea buatan Taiwan, justru diganti dengan merek Sincui.
Akibat pemberian kredit itu, penyidik menyatakan, terjadi kredit macet di Bank Bukopin ditambah bunga sebesar Rp 76,24 miliar. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 11 tersangka yang mayoritas merupakan pegawai Bank Bukopin dan seorang pihak PT APL.
Kabar penghentian perkara Bank Bukopin ini sudah terdengar sejak 2012. Saat itu, pihak Kejagung menyampaikan kesulitan dalam mendapatkan audit penghitungan kerugian uang negara dalam kasus tersebut dari BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalihnya audit sulit dilakukan karena saham pemerintah di Bank Bukopin di bawah 50 persen.

Pembahasan Artikel :

Direksi PT Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama Lestari (APL) sebesar Rp 69,8 miliar pada 2004. Kredit itu diberikan dalam tiga tahap untuk membiayai pembangunan 45 unit alat pengering gabah pada Bulog Divre Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Dana kredit yang di berikan ternyata tidak digunakan seperti yang telah dianggarkan, mesin yang seharusnya di beli dengan merk yang bagus ternyata diganti dengan mesin yang lebih murah.  
Ternyata kasus ini menimbulkan kredit macet pada Bank bukopin dan disertai bunga nya sebesar Rp 76,24 miliar. Setelah diselidiki lebih lanjut, kejaksaan agung telah menetapkan 11 tersangka yang  mayoritas merupakan pegawai Bank Bukopin dan seorang pihak PT APL.
Kasus ini sebelumnya telah dinyatakan masuk ke dalam tahap penyidikan sejak 2008. Namun kasus ini telah mendapat surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung. Karena menurut Kejaksaan Agung jika memang di dalam penyidikan itu tidak ditemukan bukti yang cukup kuat, maka wajar apabila perkara yang ditangani dihentikan penyidikannya.
Dalam sebuah perkara yang diajukan ke pengadilan harus nempunyai bukti yang kuat, jika perkara korupsi tidak memenuhi syarat yang ditentukan, maka kita perkara itu harus di hentikan.
Jadi dalam kasus kredit macet pada Bank Bukopin ini akhirnya dihentikan karena tidak memenuhi bukti yang cukup kuat untuk di ajukan kepada Kejaksaan Agung. Karena pihak Kejaksaan Agung menyampaikan kesulitan dalam mendapatkan audit penghitungan kerugian uang negara dalam kasus tersebut dari BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalihnya audit sulit dilakukan karena saham pemerintah di Bank Bukopin di bawah 50 persen.

Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/11/15013191/Kejaksaan.Agung.Ternyata.Hentikan.Kasus.Kredit.Macet.Bank.Bukopin