Harian : Kompas, 2014
Tema : Penyelewengan Anggaran
Judul : Kejaksaan Agung Akui
Hentikan Kasus Kredit Macet Bank Bukopin
Isi
artikel :
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kredit macet Bank Bukopin
senilai Rp 76 miliar yang penyidikannya dilakukan oleh Kejaksaan Agung
dihentikan. Kasus ini sebelumnya telah dinyatakan masuk ke dalam tahap
penyidikan sejak 2008.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo
Pramono mengaku, tidak mengetahui alasan dikeluarkannya surat perintah
penghentian penyidikan (SP3) atas kasus tersebut. Menurut dia, penghentian
penyidikan itu dilakukan sebelum ia menjabat sebagai Jampidsus.
"Saya tidak tahu alasaannya,
sebab SP3 kasus itu bukan pada era saya dan direktur penyidikan bukan pada
zaman Pak Suyadi (Direktur Penyidikan Jampidsus) sekarang. Tetapi, memang benar
kasus itu sudah di-SP3," kata Widyo di kantornya, Kamis (11/12/2014).
Menurut dia, kasus itu dihentikan
saat Jampidsus masih dipegang oleh Andhi Nirwanto yang kini menjabat sebagai
Wakil Jaksa Agung. Saat itu, posisi Direktur Penyidikan dipegang oleh
Syafruddin.
Meski begitu, Widyo mengungkapkan,
bukan hal yang aneh bagi kejaksaan untuk menghentikan penyidikan atas sebuah
perkara. Jika memang di dalam penyidikan itu tidak ditemukan bukti yang cukup
kuat, maka wajar apabila perkara yang ditangani dihentikan penyidikannya.
Lebih jauh, ia mengatakan, kejaksaan
tidak ingin mengambil resiko melimpahkan sebuah perkara ke pengadilan tanpa
didukung bukti yang cukup kuat. Ia pun menegaskan, akan mengeksaminasi jaksa
yang melimpahkan perkara ke pengadilan tanpa ada cukup bukti.
"Jadi gini, ketika perkara
korupsi itu tidak memenuhi syarat maka itu kita usulkan kepada pimpinan untuk
dihentikan. Sebelum dihentikan itu dikaji betul," tandasnya.
Kasus Bank Bukopin
Kasus ini berawal saat Direksi PT
Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama Lestari (APL)
sebesar Rp 69,8 miliar pada 2004. Kredit itu dikucurkan dalam tiga tahap untuk
membiayai pembangunan 45 unit alat pengering gabah pada Bulog Divre Jawa Timur,
Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Rupanya, fasilitas kredit yang
disalurkan itu tidak digunakan sebagaimana mestinya, seperti dalam pengadaan
mesin. Mesin yang harus dibeli merek Global Gea buatan Taiwan, justru diganti
dengan merek Sincui.
Akibat pemberian kredit itu, penyidik
menyatakan, terjadi kredit macet di Bank Bukopin ditambah bunga sebesar Rp
76,24 miliar. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 11 tersangka yang
mayoritas merupakan pegawai Bank Bukopin dan seorang pihak PT APL.
Kabar penghentian perkara Bank
Bukopin ini sudah terdengar sejak 2012. Saat itu, pihak Kejagung menyampaikan
kesulitan dalam mendapatkan audit penghitungan kerugian uang negara dalam kasus
tersebut dari BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalihnya audit sulit dilakukan karena saham pemerintah di Bank Bukopin di bawah
50 persen.
Pembahasan
Artikel :
Direksi PT Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT
Agung Pratama Lestari (APL) sebesar Rp 69,8 miliar pada 2004. Kredit itu
diberikan dalam tiga tahap untuk membiayai pembangunan 45 unit alat pengering
gabah pada Bulog Divre Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan
Sulawesi Selatan.
Dana kredit yang di berikan ternyata tidak digunakan seperti
yang telah dianggarkan, mesin yang seharusnya di beli dengan merk yang bagus
ternyata diganti dengan mesin yang lebih murah.
Ternyata kasus ini menimbulkan kredit macet pada Bank bukopin
dan disertai bunga nya sebesar Rp 76,24 miliar. Setelah diselidiki lebih
lanjut, kejaksaan agung telah menetapkan 11 tersangka yang mayoritas merupakan pegawai Bank Bukopin dan
seorang pihak PT APL.
Kasus ini sebelumnya telah dinyatakan masuk ke dalam tahap
penyidikan sejak 2008. Namun kasus ini telah mendapat surat perintah
penghentian penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung. Karena menurut Kejaksaan
Agung jika memang di dalam penyidikan itu tidak ditemukan bukti yang cukup
kuat, maka wajar apabila perkara yang ditangani dihentikan penyidikannya.
Dalam sebuah perkara yang diajukan ke pengadilan harus
nempunyai bukti yang kuat, jika perkara korupsi tidak memenuhi syarat yang
ditentukan, maka kita perkara itu harus di hentikan.
Jadi dalam kasus kredit macet pada Bank Bukopin ini akhirnya
dihentikan karena tidak memenuhi bukti yang cukup kuat untuk di ajukan kepada Kejaksaan
Agung. Karena pihak Kejaksaan Agung menyampaikan kesulitan dalam mendapatkan
audit penghitungan kerugian uang negara dalam kasus tersebut dari BPK dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalihnya audit sulit dilakukan
karena saham pemerintah di Bank Bukopin di bawah 50 persen.
Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/11/15013191/Kejaksaan.Agung.Ternyata.Hentikan.Kasus.Kredit.Macet.Bank.Bukopin